Langsung ke konten utama

My scientific article

Assalamualaikum.. 

Tulisan ini saya dedikasikan untuk kompetisi Lomba Esai Nasional Mahasiswa (LENSA) 2013 HIMKI – Universitas Tanjungpura Pontianak, tulisan ini dihargai menjadi runner up \(^O^)/ .. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca khususnya pecinta "Chemistry" :)




Ahli Kimia Sebagai Pengolah Limbah Industri Penyamakan Kulit


Indonesia merupakan negara agraris yang terkenal di dunia dengan hasil alam yang melimpah. Tumbuhan dan hewan-hewan yang bervariasi juga melengkapi kekayaan di Indonesia. Semua kekayaan tersebut merupakan bahan mentah yang perlu diolah menjadi barang-barang yang bernilai jual untuk meningkatkan taraf  hidup rakyatnya. Di zaman modern dan era globalisasi seperti ini, sektor industri merupakan bagian yang dinilai mampu meningkatkan taraf hidup rakyat sekaligus menjadi tolak ukur kemajuan suatu negara di mata dunia. Saat ini setiap industri memiliki masalah yang sama mengenai bagaimana cara pengolahan hasil buang atau limbah agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan dapat digunakan kembali (re-use) menjadi bahan tepat guna. Terlihat pada potret diatas, selalu ada dampak negatif yang ditimbulkan indusri yaitu limbah atau hasil buang setelah produksi yang sangat mencemari lingkungan khususnya pada biota laut karena sebagian besar limbah industri di Indonesia bermuara pada sungai dan laut melalui pipa saluran pembuangan. Hal ini akan mencemari keindahan laut dan merusak ekosistem dari biota laut. Tentunya hal ini tidak ingin terjadi bukan?, maka dari itu diperlukan manusia-manusia unggul dan berkompeten di bidangnya untuk mengolah sektor di bidang industri dengan baik.
            Salah satu contoh sektor industri yang berpotensi apabila dikembangkan di Indonesia adalah Industri Penyamakan Kulit mengingat Indonesia yang terkenal sebagai negara agraris dan juga permintaan pasar dunia yang tinggi akan kebutuhan primer seperti pakaian, jaket, tas, sepatu dan lain-lain. Industri penyamakan kulit merupakan industri yang bergerak di bidang pengolahan kulit hewan-hewan yang sudah mati (kulit mentah) menjadi kulit jadi sebagai bahan yang bernilai jual seperti bahan baku pembuatan tas, jaket, sepatu dan lain-lain (Elisa, 2009). Dalam pengolahan bahan ini diperlukan proses penyamakan kulit yang biasa dalam industri disebut proses tanning untuk menghasilkan kulit jadi yang kuat dan berkualitas dengan menggunakan kromium (Cr) sebagai bahan penyamak (Tyas, 2006). Namun limbah yang dihasilkan dari logam berat krom sangat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat apabila jumlahnya di atas ambang batas. Sehingga perlu adanya pengolahan limbah yang efektif agar mampu meminimalisir dampak negatif dari adanya logam krom yang ada. Disinilah peran ilmu kimia yang mampu menjawab permasalahan yang ada. Dalam esai ini, akan dibahas mengenai pengolahan limbah logam berat krom (Cr) dalam industri penyamakan kulit menjadi pupuk NPK dan pakan ternak apabila ditinjau dengan menggunakan ilmu kimia

            Dalam ilmu kimia dikenal suatu ilmu yang dinamakan spesiasi kimia. Dalam ilmu ini memberikan pengetahuan bahwa unsur memiliki bentuk spesifik unsur yang didasarkan pada bilangan oksidasi, struktur molekul, bentuk kompleks maupun bentuk isotopnya sehingga unsur memiliki karakteristik atau sifat kimia apabila ia berikatan dengan unsur yang berbeda. Dalam kasus limbah logam berat Cr perlu adanya pengulasan mendalam mengenai spesiasi Cr sendiri karena tidak semua limbah logam berat Cr memiliki efek toksik. Krom (Cr) memiliki tiga bilangan oksidasi yaitu 0, +3, dan +6. Dimana krom dengan bilangan oksidasi 0 biasanya berada dalam bentuk logamnya, krom dengan bilangan oksidasi +3 ada dalam senyawa Cr2(SO4)3 atau Cr2O3 kemudian krom dengan bilangan oksidasi +6 ada dalam bentuk CrO42- atau Cr2O72-. Setiap krom dengan bilangan oksidasi berbeda tersebut memiliki sifat kimia yang berbeda. Apabila dilihat dari sifat toksisitasnya Cr(VI) lebih bersifat toksik dari pada Cr(III). Cr(VI) memiliki sifat larut dalam air, mudah diserap oleh tubuh dan tidak stabil karena cepat berubah menjadi Cr(III) apabila direduksi oleh bakteri. Dalam industri penyamakan kulit biasanya bahan penyamak yang digunakan adalah campuran asam sulfat dengan krom yang membentuk larutan kromium sulfat [Cr2(SO4)3] dalam jumlah yang banyak. Namun dalam proses penyamakan, tidak semua larutan kromium sulfat dapat diserap oleh kulit sehingga menghasilkan limbah cair yang mengandung Cr (III). Dalam hal ini, Cr (III) dapat teroksidasi menjadi Cr(VI) apabila limbah cair yang mengalir dari pipa pembuangan bermuara di sungai yang kemudian mencemari tanah karena didalam tanah mengandung MnO2 dan mikroba yang mampu mengoksidasi Cr (III) menjadi Cr(VI) yang bersifat toksik (Anita, 2011). Apabila Cr(VI) masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan atau terminum melalui perantara air dan tanah maka akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia seperti gangguan pernafasan, kerusakan ginjal dan hati, kanker paru-paru dan kematian (Heryando, 2004). Berbeda halnya dengan Cr (VI), Cr (III) merupakan unsur yang sangat stabil dalam tubuh. Hal ini dikarenakan di dalam tubuh Cr (III) mampu membentuk senyawa kompleks terkoordinasi dengan asam-asam amino (Nadhifah, 2011). Maka dari itu, diperlukan suatu cara pengolahan limbah logam berat Cr pada industri penyamakan agar logam berat Cr yang tersebar di lingkungan tetap dalam bentuk Cr (III) sehingga tidak mencemari lingkungan, tidak mengganggu kesehatan dan juga dapat diolah kembali menjadi produk yang tepat guna.
            Dari tahun 2005 hingga saat ini, produksi industri penyamakan kulit meningkat pesat terkait dengan permintaan pasar akan kebutuhan barang-barang primer seperti pakaian, tas, sepatu dan lain-lain semakin tinggi. Hal ini tentunya berpengaruh juga terhadap limbah yang dihasilkan akan semakin tinggi. Industri ini menghasilkan dua jenis limbah yaitu limbah padat dan limbah cair yang keduanya memiliki komposisi yang hampir sama (Tyas, 2006). Telah diketahui bahwa limbah cair dari industri ini telah mencemari lingkungan sehingga menyebabkan polusi logam berat dan efluennya mengandung garam, muatan organik, material anorganik, ammonia organik dan polutan tertentu seperti sulfida, kromium dan residu garam lainnya (Sengil, dkk. 2009) sedangkan limbah padatnya berupa padatan yang mengandung krom dengan konsentrasi tinggi. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah metode penjeratan krom (Cr) baik dalam limbah cair maupun limbah padatnya. Metode efektif dan lebih murah yang biasa dilakukan adalah hidrolisis. Menurut Cabeza (1997), limbah padat dari industri ini mengandung kolagen yang bercampur dengan krom dari proses tanning dan dapat dipisahkan secara hidrolisis menggunakan alkali pada suhu tinggi sekitar 98ᵒC sehingga kolagen dapat melarut dan menghasilkan garam kromium yang tidak larut. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Diah (2012) menyatakan bahwa penggunaan larutan alkali NaOH 10% dengan waktu pemanasan selama 3 jam terbukti lebih efektif untuk menjerat krom. Cr (III) dari limbah padat industri penyamakan dapat bereaksi dengan NaOH membentuk endapan Cr(OH)3(s) :
Cr 3+(aq)   +  NaOH(aq)  à  Cr(OH)3(s)  + 2 Na+(aq)

Metode ini juga berlaku pada hidrolisa limbah cair dimana keduanya sama-sama menghasilkan ammonia (NH3) dengan jumlah yang berbeda. Selanjutnya limbah ini akan diolah menjadi produk tepat guna yaitu pupuk NPK dan pakan ternak. Pupuk NPK atau biasa disebut pupuk Ponska merupakan pupuk yang mengandung Nitrogen yang berasal dari NH3, Posfor yang berasal dari penambahan H3PO4 dan Kalium yang berasal dari penambahan KCl (Sari dan Ratih, 2011). Pupuk ini mampu diproduksi dari limbah yang dihasilkan dalam industri penyamakan mengingat bahwa limbah tersebut juga mengandung ammonia (NH3) yang berasal dari kolagen yang merupakan komponen dasar dari kulit yang terdiri dari beberapa asam amino dan juga karbohidrat yang terikat dengan hidroksilisin dari rantai peptida. Berikut reaksi yang terjadi dalam pembuatan pupuk NPK :

NH3(aq)   +  H3PO4(aq)   à  NH4H2PO4
NH3(aq)   +  NH4H2PO4  à  (NH4)2HPO4
Selain itu limbah industri penyamakan dapat juga dibuat pakan ternak yang kaya protein. Hal ini disebabkan kulit yang tersusun kolagen mengandung 20 – 25% dari jumlah total protein dalam tubuh hewan (Diah, 2012). Cara pengolahan yang dilakukan adalah dengan cara mencampurkan hasil hidrolisa dari limbah padat dengan makanan sapi seperti rumput dan dedak halus yang difermentasi selama beberapa hari untuk meningkatkan kadar proteinnya. Berikut diagram alir dalam proses pengolahan limbah penyamakan kulit yang diajukan : 




Hasil re-cycle limbah berupa pupuk dan pakan ternak ini sangat dibutuhkan di Indonesia untuk meningkatkan hasil produksi dalam sektor pertanian dan peternakan. Jadi dalam industri penyamakan kulit khususnya dalam pengolahan limbahnya, ahli kimia sangatlah dibutuhkan. Demikian esai ini dibuat, semoga bermanfaat dalam pengembangan dan pengaplikasian ilmu kimia di bidang industri kedepannya.

Daftar Pustaka :
Astutik, D. P. (2012). Pemisahan Kromium Dari Limbah Padat Industri Penyamakan Kulit Dengan Metode Hidrolisa NaOH. Surabaya: Kimian ITS.
Cabeza, L. F., Maryann, M., & dkk. (1997). Influence of Pepsin and Trypsin on Chemical and Physical Properties of Isolated Gelatin from Chrome Savings. The journal of The American Leather Chemist Assosiation, Vol 92. No 8.
Heryando, P. (2004). Limbah Logam Berat Yang Mengandung Kromium. Jakarta: Kimia UI.
Indis, N. A. (2011). Pengurangan Cr (VI) Menggunakan Metode Gabungan Antara Karbon Aktif dan Sistem Lumpur Aktif. Surabaya: Kimia ITS.
Kusumawati, T. (2006). Jerapan Kromium Limbah Penyamakan Kulit Oleh Zeolit Cikembar Dengan Metode Lapik Tetap. Bogor: Kimia IPB.
Nurwati, E. (2009). Pengaruh Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Terhadap Kadar Kromium Dalam Tanaman. Yogyakarta: Kimia UIN Sunan Kalijaga.
Rahmawati, S., & Kartika, R. (2011). Identifikasi Dan Validasi Uji Kadar Air (H2O) Pada Pupuk NPK Dengan Metode In House dan Metode SNI Di PT. Petrokimia Gresik. Surabaya: Kimia ITS.
Sari, A. (2011). Perolehan Kembali Garam Kromium Secara Elektrolitik Dari Limbah Penyamakan. Surabaya: Kimia ITS.
Sengil, A. S. (2009). Treatment of Tannery Liming Drum Wastewater by Electrocoagulation. J. Hazardous material, 940-946.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My schoolar

Why I have to get a higher education for Master degree? For what’s? (The sweetest moment of my Graduation Bachelor Degree on March 15, 2015) Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala Puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam Ya Allah Engkau yang Maha Agung yang bersemayam di atas ‘Arsy, terimakasih ya Allah atas nikmat, rejeki, dan petunjuk yang selalu Engkau berikan kepadaku. Terimakasih telah menganugerahkan Ayah dan Ibu yang siap menjagaku setiap saat di dunia-Mu ini, melindungi dari setiap gempuran bertubi-tubi yang aku alami, dan mengusahakan apapun yang aku inginkan dan aku butuhkan. Teruntuk Ayah dan Ibu yang doanya selalu dijawab oleh Allah… Kesuksesan yang aku alami sampai detik ini tidak lain berkat doa dan usaha yang Ayah dan Ibu lakukan. Tiada henti-hentinya berucap syukur kepada-Mu ya Allah… Saya ingin berbagi sedikit catatan dari cerita kilas balik kesuksesan yang sudah saya alami. Kesuksesan yang saya alami hingga saat ini belum ada apa-apanya dengan kesuksesan ...

Friends and Family

Never in my mind if I will have a wonderful friends in my life. But this is right. They were learn me about all of lessons in life. Either insight, hard work, optimist, build high dream or togetherness is the most important. We are twelve peoples who give training then to be role model, inspirator, and motivator for those of students in Institute of Technology Sepuluh Nopember. We are Rizky, Windy, Zul, Ade, Addien, Wim, Ahmet, Bobby, Farid, Adit, Gusti, Philin, Gesti, Irma, Leo, Aini, Jona, Ayu and me actually. Not only we had given training to other students but also we had tried to build a good condition for Scientific life in our campus. Revolusi members and lecturer held a communal course for all of undergraduate students who took Insight of Technology and Scientific Communication course. Sharing and discussing with another people who like we do in forum for building the good networking. In the communal course, we succeeded to invite some of good and influen...