Assalamualaikum..
Selain itu limbah industri
penyamakan dapat juga dibuat pakan ternak yang kaya protein. Hal ini disebabkan
kulit yang tersusun kolagen mengandung 20 – 25% dari jumlah total protein dalam
tubuh hewan (Diah, 2012). Cara pengolahan yang dilakukan adalah dengan cara
mencampurkan hasil hidrolisa dari limbah padat dengan makanan sapi seperti
rumput dan dedak halus yang difermentasi selama beberapa hari untuk
meningkatkan kadar proteinnya. Berikut diagram alir dalam proses pengolahan
limbah penyamakan kulit yang diajukan :
Tulisan ini saya dedikasikan untuk kompetisi Lomba Esai Nasional
Mahasiswa (LENSA) 2013 HIMKI – Universitas Tanjungpura Pontianak, tulisan ini dihargai menjadi runner up \(^O^)/ .. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca khususnya pecinta "Chemistry" :)
Ahli
Kimia Sebagai Pengolah Limbah Industri Penyamakan Kulit
Indonesia
merupakan negara agraris yang terkenal di dunia dengan hasil alam yang
melimpah. Tumbuhan dan hewan-hewan yang bervariasi juga melengkapi kekayaan di
Indonesia. Semua kekayaan tersebut merupakan bahan mentah yang perlu diolah
menjadi barang-barang yang bernilai jual untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Di zaman modern dan era
globalisasi seperti ini, sektor industri merupakan bagian yang dinilai mampu
meningkatkan taraf hidup rakyat sekaligus menjadi tolak ukur kemajuan suatu
negara di mata dunia. Saat ini setiap industri memiliki masalah yang sama
mengenai bagaimana cara pengolahan hasil buang atau limbah agar tidak berbahaya
bagi lingkungan dan dapat digunakan kembali (re-use)
menjadi bahan tepat guna. Terlihat pada potret diatas, selalu ada dampak
negatif yang ditimbulkan indusri yaitu limbah atau hasil buang setelah produksi
yang sangat mencemari lingkungan khususnya pada biota laut karena sebagian
besar limbah industri di Indonesia bermuara pada sungai dan laut melalui pipa
saluran pembuangan. Hal ini akan mencemari keindahan laut dan merusak ekosistem
dari biota laut. Tentunya hal ini tidak ingin terjadi bukan?, maka dari itu diperlukan
manusia-manusia unggul dan berkompeten di bidangnya untuk mengolah sektor di
bidang industri dengan baik.
Salah satu contoh sektor industri yang berpotensi apabila dikembangkan di Indonesia adalah Industri Penyamakan Kulit mengingat Indonesia yang terkenal sebagai negara agraris dan juga permintaan pasar dunia yang tinggi akan kebutuhan primer seperti pakaian, jaket, tas, sepatu dan lain-lain. Industri penyamakan kulit merupakan industri yang bergerak di bidang pengolahan kulit hewan-hewan yang sudah mati (kulit mentah) menjadi kulit jadi sebagai bahan yang bernilai jual seperti bahan baku pembuatan tas, jaket, sepatu dan lain-lain (Elisa, 2009). Dalam pengolahan bahan ini diperlukan proses penyamakan kulit yang biasa dalam industri disebut proses tanning untuk menghasilkan kulit jadi yang kuat dan berkualitas dengan menggunakan kromium (Cr) sebagai bahan penyamak (Tyas, 2006). Namun limbah yang dihasilkan dari logam berat krom sangat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat apabila jumlahnya di atas ambang batas. Sehingga perlu adanya pengolahan limbah yang efektif agar mampu meminimalisir dampak negatif dari adanya logam krom yang ada. Disinilah peran ilmu kimia yang mampu menjawab permasalahan yang ada. Dalam esai ini, akan dibahas mengenai pengolahan limbah logam berat krom (Cr) dalam industri penyamakan kulit menjadi pupuk NPK dan pakan ternak apabila ditinjau dengan menggunakan ilmu kimia
Salah satu contoh sektor industri yang berpotensi apabila dikembangkan di Indonesia adalah Industri Penyamakan Kulit mengingat Indonesia yang terkenal sebagai negara agraris dan juga permintaan pasar dunia yang tinggi akan kebutuhan primer seperti pakaian, jaket, tas, sepatu dan lain-lain. Industri penyamakan kulit merupakan industri yang bergerak di bidang pengolahan kulit hewan-hewan yang sudah mati (kulit mentah) menjadi kulit jadi sebagai bahan yang bernilai jual seperti bahan baku pembuatan tas, jaket, sepatu dan lain-lain (Elisa, 2009). Dalam pengolahan bahan ini diperlukan proses penyamakan kulit yang biasa dalam industri disebut proses tanning untuk menghasilkan kulit jadi yang kuat dan berkualitas dengan menggunakan kromium (Cr) sebagai bahan penyamak (Tyas, 2006). Namun limbah yang dihasilkan dari logam berat krom sangat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat apabila jumlahnya di atas ambang batas. Sehingga perlu adanya pengolahan limbah yang efektif agar mampu meminimalisir dampak negatif dari adanya logam krom yang ada. Disinilah peran ilmu kimia yang mampu menjawab permasalahan yang ada. Dalam esai ini, akan dibahas mengenai pengolahan limbah logam berat krom (Cr) dalam industri penyamakan kulit menjadi pupuk NPK dan pakan ternak apabila ditinjau dengan menggunakan ilmu kimia
Dalam ilmu kimia dikenal suatu ilmu yang dinamakan spesiasi kimia. Dalam ilmu ini
memberikan pengetahuan bahwa unsur memiliki bentuk spesifik unsur yang
didasarkan pada bilangan oksidasi, struktur molekul, bentuk kompleks maupun
bentuk isotopnya sehingga unsur memiliki karakteristik atau sifat kimia apabila
ia berikatan dengan unsur yang berbeda. Dalam kasus limbah logam berat Cr perlu
adanya pengulasan mendalam mengenai spesiasi Cr sendiri karena tidak semua
limbah logam berat Cr memiliki efek toksik. Krom (Cr) memiliki tiga bilangan
oksidasi yaitu 0, +3, dan +6. Dimana krom dengan bilangan oksidasi 0 biasanya
berada dalam bentuk logamnya, krom dengan bilangan oksidasi +3 ada dalam
senyawa Cr2(SO4)3 atau Cr2O3
kemudian krom dengan bilangan oksidasi +6 ada dalam bentuk CrO42-
atau Cr2O72-. Setiap krom dengan
bilangan oksidasi berbeda tersebut memiliki sifat kimia yang berbeda. Apabila
dilihat dari sifat toksisitasnya Cr(VI) lebih bersifat toksik dari pada
Cr(III). Cr(VI) memiliki sifat larut dalam air, mudah diserap oleh tubuh dan
tidak stabil karena cepat berubah menjadi Cr(III) apabila direduksi oleh
bakteri. Dalam industri penyamakan kulit biasanya bahan penyamak yang digunakan
adalah campuran asam sulfat dengan krom yang membentuk larutan kromium sulfat [Cr2(SO4)3]
dalam jumlah yang banyak. Namun dalam proses penyamakan, tidak semua larutan
kromium sulfat dapat diserap oleh kulit sehingga menghasilkan limbah cair yang mengandung
Cr (III). Dalam hal ini, Cr (III) dapat teroksidasi menjadi Cr(VI) apabila
limbah cair yang mengalir dari pipa pembuangan bermuara di sungai yang kemudian
mencemari tanah karena didalam tanah mengandung MnO2 dan mikroba
yang mampu mengoksidasi Cr (III) menjadi Cr(VI) yang bersifat toksik (Anita,
2011). Apabila Cr(VI) masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan atau
terminum melalui perantara air dan tanah maka akan menimbulkan dampak buruk
bagi kesehatan manusia seperti gangguan pernafasan, kerusakan ginjal dan hati,
kanker paru-paru dan kematian (Heryando, 2004). Berbeda halnya dengan Cr (VI),
Cr (III) merupakan unsur yang sangat stabil dalam tubuh. Hal ini
dikarenakan di dalam tubuh Cr (III) mampu membentuk senyawa kompleks terkoordinasi
dengan asam-asam amino (Nadhifah, 2011). Maka dari itu, diperlukan suatu cara
pengolahan limbah logam berat Cr pada industri penyamakan agar logam berat Cr
yang tersebar di lingkungan tetap dalam bentuk Cr (III) sehingga tidak
mencemari lingkungan, tidak mengganggu kesehatan dan juga dapat diolah kembali
menjadi produk yang tepat guna.
Dari tahun 2005 hingga saat ini, produksi
industri penyamakan kulit meningkat pesat terkait dengan permintaan pasar akan
kebutuhan barang-barang primer seperti pakaian, tas, sepatu dan lain-lain
semakin tinggi. Hal ini tentunya berpengaruh juga terhadap limbah yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Industri ini menghasilkan dua jenis limbah
yaitu limbah padat dan limbah cair yang keduanya memiliki komposisi yang hampir
sama (Tyas, 2006). Telah diketahui bahwa limbah cair dari industri ini telah
mencemari lingkungan sehingga menyebabkan polusi logam berat dan efluennya
mengandung garam, muatan organik, material anorganik, ammonia organik dan
polutan tertentu seperti sulfida, kromium dan residu garam lainnya (Sengil,
dkk. 2009) sedangkan limbah padatnya berupa padatan yang mengandung krom dengan
konsentrasi tinggi. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan terlebih dahulu
adalah metode penjeratan krom (Cr) baik dalam limbah cair maupun limbah
padatnya. Metode efektif dan lebih murah yang biasa dilakukan adalah
hidrolisis. Menurut Cabeza (1997), limbah padat dari industri ini mengandung
kolagen yang bercampur dengan krom dari proses tanning dan dapat dipisahkan
secara hidrolisis menggunakan alkali pada suhu tinggi sekitar 98ᵒC sehingga kolagen
dapat melarut dan menghasilkan garam kromium yang tidak larut. Dalam suatu penelitian
yang dilakukan oleh Diah (2012) menyatakan bahwa penggunaan larutan alkali NaOH
10% dengan waktu pemanasan selama 3 jam terbukti lebih efektif untuk menjerat
krom. Cr (III) dari limbah padat industri penyamakan dapat bereaksi dengan NaOH
membentuk endapan Cr(OH)3(s) :
Cr
3+(aq) + NaOH(aq) à Cr(OH)3(s) + 2 Na+(aq)
Metode ini juga berlaku
pada hidrolisa limbah cair dimana keduanya sama-sama menghasilkan ammonia (NH3)
dengan jumlah yang berbeda. Selanjutnya limbah ini akan diolah menjadi produk
tepat guna yaitu pupuk NPK dan pakan ternak. Pupuk NPK atau biasa disebut pupuk
Ponska merupakan pupuk yang mengandung Nitrogen yang berasal dari NH3,
Posfor yang berasal dari penambahan H3PO4 dan Kalium yang
berasal dari
penambahan KCl (Sari dan Ratih, 2011). Pupuk ini mampu diproduksi dari limbah
yang dihasilkan dalam industri penyamakan mengingat bahwa limbah tersebut juga
mengandung ammonia (NH3) yang berasal dari kolagen yang merupakan
komponen dasar dari kulit yang terdiri dari beberapa asam amino dan juga
karbohidrat yang terikat dengan hidroksilisin dari rantai peptida. Berikut
reaksi yang terjadi dalam pembuatan pupuk NPK :
NH3(aq)
+ H3PO4(aq) à NH4H2PO4
NH3(aq) +
NH4H2PO4
à (NH4)2HPO4
Hasil
re-cycle limbah berupa pupuk dan
pakan ternak ini sangat dibutuhkan di Indonesia untuk meningkatkan hasil
produksi dalam sektor pertanian dan peternakan. Jadi dalam industri penyamakan kulit
khususnya dalam pengolahan limbahnya, ahli kimia sangatlah dibutuhkan. Demikian
esai ini dibuat, semoga bermanfaat dalam pengembangan dan pengaplikasian ilmu
kimia di bidang industri kedepannya.
Daftar
Pustaka :
Astutik, D. P. (2012). Pemisahan Kromium Dari
Limbah Padat Industri Penyamakan Kulit Dengan Metode Hidrolisa NaOH.
Surabaya: Kimian ITS.
Cabeza, L. F., Maryann, M., & dkk. (1997). Influence of
Pepsin and Trypsin on Chemical and Physical Properties of Isolated Gelatin from
Chrome Savings. The journal of The American Leather Chemist Assosiation,
Vol 92. No 8.
Heryando, P. (2004). Limbah Logam Berat Yang Mengandung
Kromium. Jakarta: Kimia UI.
Indis, N. A. (2011). Pengurangan Cr (VI) Menggunakan
Metode Gabungan Antara Karbon Aktif dan Sistem Lumpur Aktif. Surabaya:
Kimia ITS.
Kusumawati, T. (2006). Jerapan Kromium Limbah Penyamakan
Kulit Oleh Zeolit Cikembar Dengan Metode Lapik Tetap. Bogor: Kimia IPB.
Nurwati, E. (2009). Pengaruh Limbah Cair Industri
Penyamakan Kulit Terhadap Kadar Kromium Dalam Tanaman. Yogyakarta: Kimia
UIN Sunan Kalijaga.
Rahmawati, S., & Kartika, R. (2011). Identifikasi Dan
Validasi Uji Kadar Air (H2O) Pada Pupuk NPK Dengan Metode In House dan Metode
SNI Di PT. Petrokimia Gresik. Surabaya: Kimia ITS.
Sari, A. (2011). Perolehan Kembali Garam Kromium Secara
Elektrolitik Dari Limbah Penyamakan. Surabaya: Kimia ITS.
Sengil, A. S. (2009). Treatment of Tannery Liming Drum
Wastewater by Electrocoagulation. J. Hazardous material, 940-946.
Komentar
Posting Komentar